APA bahasa nasional Amerika Serikat? Semua pasti menjawab: Inggris. Jawaban itu benar hanya setelah 18 Mei 2006. Sebelumnya AS tak punya bahasa nasional.
Memang baru sejak hari itulah negeri Abang Sam memiliki bahasa nasional. Jadi, 230 tahun setelah merdeka! Senat menyetujui bahasa Inggris menjadi bahasa nasional pada 18 Mei 2006 seperti yang diusulkan James Inhofe, Republikan dari Oklahoma. Suara setuju 64 berbanding 34 dengan suara menentang.
Perjuangan menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional tidaklah mudah. Dalam pemungutan suara banyak juga anggota Senat yang mengingini hal lain: kemajemukan bahasa seperti juga kemajemukan etnisitas di negeri itu. Di AS memang duduk orang-orang dari pelbagai etnisitas. Dipakai pula berbagai bahasa di sana. Tak heran bila pernah muncul lagu kebangsaan berbahasa Spanyol.
Setelah bahasa Inggris, bahasa Spanyol menempati urutan kedua, disusul bahasa Jerman dll. Semua bahasa itu mendapat hak hidup. Bagi mereka yang tak mengerti bahasa Inggris, pemerintah menerjemahkan peraturan ke bahasa yang bersangkutan. Pertambahan imigran dari kawasan tak berbahasa Inggris meningkatkan jumlah penutur berhahasa bukan-Inggris dan ini makin menggelisahkan yang berbahasa Inggris.
Tahun 1981 adalah awal gerakan menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional. Senator SI Hiyakawa, Republikan asal California, adalah pengusulnya. Tak berhasil, dia mendirikan US English sebagai wadah perjuangannya. Lembaga-lembaga masyarakat lain seperti English Only Movement dan English First muncul kemudian. Mereka terus berjuang dari tahun ke tahun. Penentang mereka terutama warga negara berhahasa Spanyol.
Bangkitnya neokonservatif memuluskan perjuangan bahasa nasional. Apalagi Presiden Bush cenderung ke arah itu. Puncaknya adalah disetujuinya bahasa Inggris sehagai bahasa nasional.
Dalam hal bahasa nasional, Indonesia rupanya lebih maju. Tahun 1928 para pemuda kita sudah berikrar-kata ikrar tadinya direncanakan alih-alih sumpah-untuk satu tanah air, satu bangsa, dan menjunjung bahasa persatuan itu. Ihwal bahasa negara di dalam UUD 1945 lancar-lancar saja perjalanannya.
Sejarah memang berpihak pada perjuangan untuk bahasa Indonesia ini. Dua tahun sebelum 1928, pada Kongres Pemuda I, para pemuda sudah menginginkan itu. Hanya perdebatan tentang bahasa apa yang akan dijunjung (bahasa Indonesia atau bahasa Melayu) yang menghalangi Ikrar Pemuda dicetuskan tahun 1926. Jika ada kesepakatan di dalam tim perumus yang terdiri dari Muhammad Yamin, Djamaludin Adinegoro, Mohammad Tabrani Suryowitjitro, dan Armijn Pane itu, boleh jadi Sumpah Pemuda dicatat tahun 1926. Bukan 1928!
Munculnya bahasa Indonesia sendiri tidaklah tiba-tiba. Awalnya para pedagang di pelabuhan-pelabuhan Nusantara menggunakan bahasa Melayu untuk berkomunikasi. Jakarta, Pontianak, Banjarmasin, Manado, Makassar, Ternate, dan Ambon adalah pelabuhan tempat pedagang singgah. Di situ berkembang bahasa Melayu dengan kekhasan setempat: bahasa Betawi (Jakarta), bahasa Manado (Manado), bahasa Banjar (Banjarmasin), Melayu Makassar (Makassar), dan bahasa Melayu Ambon (Ambon).
Ketika penjajah sulit berkomunikasi derigan penduduk setempat, bahasa Melayu yang digunakan. Demikian juga untuk bahasa pengantar di sekolah-sekolah yang mereka dirikan di berbagai daerah. Jadilah bahasa yang aslinya di daerah Riau dan Johor (Malaysia) itu bahasa pengantar kedua setelah bahasa Belanda.
Ketika para pejuang kemerdekaan muncul, bahasa Melayu yang jadi pilihan dalam berkomunikasi. Media massa juga menggunakan bahasa ini. Tokoh-tokoh pergerakan kemudian mengenalkan istilah Bahasa Indonesia. Pada Februari 1926 wartawan Mohammad Tabrani sudah menuiis tentang perlunya Bahasa Indonesia-bukan Bahasa Melayu-sebagai perekat negara dan bangsa yang dicita-citakan bersama. Agar orang yang berbahasa selain Melayu tidak merasa dijajah oleh bahasa Melayu, maka gunakan saja bahasa Indonesia, begitu pernyataan dalam tulisannya di koran Hindia Baroe.
Kini bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa perhubungan, baliasa resmi yang harus dipakai dalam urutan pemerintahan dan bahasa pengantaur di dunia peudidikan. Dalam hal ini kita mendahului Amerika Serikat. Sewajarnya, terutama para pejabat, menggunakannya kapan saja di mana saja. Sebab itu, tidak pantas muncul lagi kalimat I don't care atau proyek busway atau juga BUMN Award. Ada bahasa nasional kita untuk ungkapan seperti itu!(*)
Sumber Primer : Kompas,21 Juli 2006. Penulis: TS Asmadi
Sumber Sekunder : http://pelitaku.sabda.org/
Penulis adalah wartawan, Ketua Forum Bahasa Media Massa (FBMM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar