Kamis, 09 Oktober 2008

Pengertian dan Teknik Wawancara

SERINGKALI, seorang wartawan tiba di lokasi setelah sebuah peristiwa terjadi. Padahal, ia harus mereka ulang peristiwa itu menjadi sebuah berita, hingga merangkai ceceran fakta yang tercecer saja tentu tak memadai.

Jika ini terjadi, hal yang harus dilakukan adalah mencoba meminjam persepsi orang lain untuk kemudian dirangkaikannya kembali dalam sebuah cerita. Dalam dunia kewartawanan, proses meminjam persepsi orang lain ini dikenal dengan istilah wawancara.

Wawancara secara fungsional dapat diartikan sebagai seni mengorek keterangan dari seseorang tentang sesuatu hal.

Dikatakan sebagai sebuah seni karena sentuhan rasa sangat diperlukan agar wawancara berlangsung dengan sukses.

Wawancara dikatakan sukses ketika narasumber menjadi sangat terbuka, sadar dan rela memberikan semua informasi yang dibutuhkan oleh pewawancara. Untuk itulah sentuhan rasa ini sangat diperlukan. Nara sumber harus merasa nyaman ketika wawancara berlangsung.

Untuk membuat narasumber merasa nyaman ketika wawancara berlangsung, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Mulai dari sikap dan penampilan pewawancara, penguasaan pewawancara terkait topik yang akan ditanyakan, pengenalan terhadap narasumber, kemampuan membaca bahasa tubuh, hingga kemampuan mengantisipasi reaksi.

a. Penampilan.
Saat melakukan wawancara, tampillah dengan pakaian yang pantas yang disesuaikan dengan siapa nara sumber yang akan di wawancara, di mana dan dalam suasana seperti apa wawancara dilakukan.

Jika yang akan ditemui adalah seorang Gubernur dan akan ditemui di kantor tempatnya bekerja, akan sangat bijaksana jika Anda memakai pakaian resmi, rapi, dan perlente. Penampilan Anda akan menimbulkan kesan yang baik pada diri narasumber, dan otomatis akan membuat narasumber merasa nyaman saat berbincang dengan Anda.

Hal berbeda, tentu harus Anda lalkukan jika Gubernur Anda temui di kediamannya. Meski Anda sebaiknya tetap mengenakan pakaian yang rapi, namun pakaian yang Anda pakai sebaiknya bukan busana resmi.

Perbedaan juga harus Anda lakukan jika yang akan diwawancara adalah seorang pemain sepakbola di Stadion Siliwangi, misalnya. Narasumber akan merasa lebih nyaman jika Anda datang dengan mengenakan busana yang sporty dibanding busana resmi.

b. Wawancara Bukan Interograsi
Ini kesalahan yang biasa dilakukan oleh wartawan pemula. Anggapan bahwa kesuksesan wawancara dilihat dari kemampuan pewawancara menekan dan memojokkan narasumber serta memaksanya menjawab apa yang ditanyakan jelas merupakan sebuah kesalahan.
Pewawancara yang baik tak akan pernah memojokkan narasumber terlebih pada pertanyaan pertama. Ia juga tak akan menunjukkan superioritasnya. Ia akan lebih memilih melakukan tanya jawab dengan model diskusi di mana perbincangan mengalir lembut namun tetap fokus.

c. Tunjukkan Empati
Dalam banyak kasus, tanpa harus ditekan pun, narasumber kerap ada dalam posisi yang terpojok, sedih, atau bingung. Pewawancara yang baik akan memperlihatkan empatinya ketika wawancara berlangsung. Yakinkan narasumber bahwa Anda mengerti dan memaklumi apa yang sedang menimpanya. Namun, saat yang sama Anda harus juga meyakinkan narasumber bahwa sudah menjadi tugas Anda untuk meminta beragam informasi dan keterangan darinya untuk pembaca, pendengar, atau pemirsa media massa tempat Anda bekerja. Kesepahaman antara Anda dan narasumber akan sangat menunjang suksesnya wawancara yang Anda lakukan.

d. Berikan Rasa Aman
Kadangkala, saking nyamannya bertanya jawab, narasumber 'lupa' bahwa saat itu ia sedang diwawancara. Kerap banyak informasi bersifat rahasia muncul, dan jika ini terjadi tugas pewawancaralah mengingatkan narasumber bahwa informasi yang muncul selama wawancaraakan dipubliskasikan di media masa. Jika narasumber kelepasan bicara, ia akan meralat atau meminta bagian tertentu untuk tak dipublikasikan (off the record). Sikap ini, selain mengundang simpati juga akan membuat narasumber semakin terbuka dan nyaman karena yakin bahwa kepentingannya juga dilindungi.
Ulanglah informasi atau pernyataan-pernyataan penting atau berbahaya yang diucapkan oleh narasumber melalui pengulangan pertanyaan atau pengulangan pernyataan. Ini juga akan membuat narasumber merasa nyaman karena kepentingannya dilindungi.

e. Kesepakatan Off The Record
Yakinkan nara sumber bahwa Anda setia dengan kesepakatan off the record yang telah dibuat. Namun, mintalah informasi lainnya tentang siapa saja lagi yang bisa Anda tanyai terkait informasi off the record tersebut. Narasumber biasanya gemar membeberkan informasi yang off the record sekadar menunjukkan bahwa dia tahu. Tapi sesungguhnya, ia ingin mengatakan bahwa pewawancara sebaiknya menemui orang lain terkait informasi off the record yang ia beberkan.

f. Kuasai Topik Wawancara
Kuasailah topik permasalahan yang akan Anda tanakan saat wawancara. Selain memudahkan Anda dalam bertanya, penguasaan topik juga membuat narasumber Anda nyaman karena merasa Anda juga paham pada persoalan yang terjadi.

g. Daftar Pertanyaan
Buatlah daftar pertanyaan yang harus Anda dapatkan jawabannya sesuai dengan skenario penulisan, penyiaran, atau penayangan yang akan Anda buat. Jika Anda telah membuat 10 pertanyaan, saringkah menjadi lima pertanyaan yang paling penting. Saring lagi menjadi tiga pertanyaan hingga satu pertanyaan terpenting. Jika waktu Anda sangat mepet, gunakan skala prioritas berdasar penyaringan pertanyaan yang telah Anda lakukan tadi.
Sekadar catatan, skenario penulisan, penyiaran, atau penayangan bukanlah skenario fakta. Anda tak diperkenankan membuat rekayasa atas fakta yang terjadi. (arief permadi)

Tidak ada komentar: