Kamis, 20 Desember 2012

Kopi Kelas Dunia di Sudut Tegallega

DISPLAY KLASIK BEANS SUNDA HEJO, TEGALLEGA
BAHKAN sekalipun kita bukanlah seorang ahli kopi, sensasi keasaman yang menyegarkan seperti kesegaran buah-buahan itu pasti akan bisa kita rasakan. Sensasi rasa yang memang sulit sekali diungkapkan dengan kata-kata. Sesulit kita melupakannya sejak pertama kali mencoba.

"PARA ahli kopi menyebut itu dengan istilah acidity, satu dari empat atribut penting dalam communicating about coffee, selain body, aroma, dan flavors. Tapi, jangan terlalu memusingkan istilah-istilah itu, suka-suka saja. Yang penting happy," ujar Yadi Mulyadi (40) ringan, saat ditemui di tempatnya yang asri, Klasik Beans Sunda Hejo Coffee di Pasar Bunga Kav 6 Tegallega, Jalan Mochamad Toha, Bandung, belum lama ini.

Seperti biasa, malam itu pun Yadi terlihat sibuk. Bukan hanya melayani pesanan kopi yang dari tamu-tamunya yang silih berganti datang hingga larut, tapi juga menemani para sahabatnya itu mengobrol, menjawab beragam pertanyaan mereka tentang seluk beluk kopi, mulai dari yang sederhana soal macam-macam rasanya, hingga urusan yang rumit seperti soal budidaya, pengolahan, dan prospek bisnisnya, termasuk perjalanan panjang kopi yang ia sajikan itu menembus pasar kopi dunia.

Yadi mengaku, sekalipun tak semua tamu yang datang ke tempatnya ia kenal secara pribadi, semua penyuka kopi adalah sahabat dalam kecintaan mereka pada kopi. "Itu sebabnya, semua yang datang kemari selalu kami perlakukan sebagai sahabat. Di sini ada kopi bagus yang bisa kita nikmati sepuasnya," tutur Yadi.

Disambut dua kolam kecil yang memanjang di pintu masuk, ketentraman memang langsung terasa saat datang ke Klasik Beans Sunda Hejo, tempat Yadi setiap hari memusatkan kegiatannya selama lima bulan terakhir. Selain pohon-pohon bunga dan tanaman hias yang tertata rapi, meja dan kursi-kursi batu juga ditata menyebar di antara hijaunya dedaunan.

Di situlah, kata Yadi, para sahabatnya biasanya menghabiskan waktu. "Mereka tak hanya berasal dari Bandung, tapi banyak pula yang sengaja datang dari luar kota."

Berbeda dengan di tepian kolam, ornamen bambu menjadi bagian yang sangat dominan saat masuk ke ruangan. Di dalam nyaris tak ada sekat yang menghalangi pandangan. Hanya kursi-kursi panjang dan meja, serta semacam meja bar kecil yang manis tempat Yadi meracik dan menyeduh kopi, serta menyimpan layar komputer online yang selalu menyala hampir sepanjang hari.

Satu-satunya yang barangkali terasa tak lazim, mungkin adalah tiadanya daftar menu dan harga yang membuat orang tahu apa saja yang ada, atau harus seberapa dalam merogoh kocek untuk secangkir kopi arabica lezat di tempat tersebut.

"Hahahahahaha. Ini memang bukan kafe. Tapi, siapa pun pencinta kopi, dapat datang kemari dan merasakan nikmatnya kopi Sunda Hejo, satu-satunya kopi arabika yang disajikan di sini," kata Yadi. Dan, karena bukan kafe inilah, lanjutnya, tak perlu membayar untuk menikmati kopi di tempatnya. "Tapi, kalau memaksa mau membayar karena tak terbiasa menikmati secangkir kopi secara gratis, masukkan saja uangnya ke kencleng yang tertutup itu. Berapa saja, sesukanya."

Tempat yang ia kelola ini, kata Yadi, memang lebih menjadi semacam display untuk pasar lokal dari kopi Sunda Hejo, yang pembudidayaan, pengolahan, bahkan hingga pendistribusinya ke mancanegara, kini ditangani koperasi Klasik Beans, yang didirikan di Rancasalak, Kabupaten Garut, 2010 lalu.

"Kopi yang diberi nama Sunda Hejo ini adalah salah satu kopi arabika terbaik yang pernah ada. Kopi Sunda yang sesungguhnya, yang telah lama sekali hilang karena kebun-kebunnya musnah oleh bencana alam."

Tapi, lantas, bagaimana kopi tersebut akhirnya bisa kembali ditemukan bahkan kembali dibudidayakan hingga ribuan tonnya sudah berhasil diekspor ke Amerika, Jepang, bahkan banyak negara lainnya di Eropa? Semua itu, kisah Yadi, berawal dari pertemuan mereka dengan dua ahli kopi dunia, Darius Lewandowski dan rekannya Eko Purnomowidi yang tengah melakukan penelusuran tentang kopi di tanah Sunda tahun 2008 silam. Bersama anggota tim lainnya, riset pun mereka lakukan. Dari hasil penelusuran, mereka temukan sebanyak 15 pohon tua yang mereka percaya adalah varietas old java yang tersisa dari varietas induk yang sudah lama mengawali kebun-kebun arabika di Indonesia yaitu typica.

"Dari 15 pohon induk itulah budidaya dilakukan. Risetnya sendiri kami lakukan di kawasan Pacet, Pangauban dan Ciparay," kata Yadi.

Selain melakukan riset, kata Yadi, mereka juga terus membina para petani, dan memberi mereka benih kopi unggulan hasil pemuliaan dari 15 pohon induk tadi. "Ada ratusan petani yang kami bina untuk menanam kopi specialty ini. Mereka tersebar di sejumlah wilayah, termasuk Kabupaten Bandung dan Garut," ujarnya.

Namun, pada 2010, lanjut Yadi, riset yang sudah berjalan hampir selama dua tahunan ini dihentikan karena suatu alasan. Padahal ketika itu, para petani sudah telanjur menanam. Bahkan, semua yang diharapkan juga mulai terlihat memberikan hasilnya.

"Karena itulah, pada 2011, kami pun akhirnya mendirikan koperasi Klasik Beans agar apa yang telah dimulai dulu bisa terus berlanjut dan memberikan hasil. Alhamdulillah, sejauh ini semuanya berjalan sesuai harapan. Kopi specialty yang kami budidayakan kembali itu sudah menembus pasar dunia dengan volume ekspor tak kurang dari 7.000 ton per tahun. Kopi dengan brand Sunda Hejo ini sudah sampai ke Jepang, Amerika, dan Eropa. Mencuri perhatian trader-trader ternama dunia seperti Sweet Maria Coffee dan beberapa trader asal Australia," ujarnya.

Namun, selain membina para petani, setiap anggota Koperasi Klasika Beans juga menanam kopi sendiri di kebun-kebun mereka yang tersebar di sejumlah tempat, antara lain di Puntang seluas 15 hektare, di Garut 40 hektare, Ciwidey 15 hektare, dan Bandung Utara 25 hektare.

"Akhir tahun, atau awal tahun nanti, pohon-pohon itu akan panen perdana. Jika jadi nanti, kami akan melakukan wisata kopi, mengajak para penikmat kopi untuk ikut menikmati suasana panen, menghirup aroma kopi langsung di kebunnya. Itu luarbiasa," pungkas Yadi.(*)

Dimuat di Harian Tribun Jabar, Selasa 4 Desember 2012

Tidak ada komentar: